Mengenal Slow Living, Seni Menikmati Hidup di Zaman yang Serba Cepat

Sebab segala hal yang cepat tak melulu memberikan efek positif pada peningkatan kualitas hidup.

Dany Garjito | Aditya Prasanda
Jum'at, 19 Juli 2019 | 11:00 WIB
(Pixabay Leninscape)

(Pixabay Leninscape)

Guideku.com - Seni bertahan hidup sekaligus antitesis bagi kehidupan modern yang serba cepat ini kian digemari masyarakat penghuni wilayah padat populasi. Mereka menyebutnya sebagai Slow Living.

Masyarakat yang menjalaninya, lebih berani menggunakan waktu untuk mengoptimalkan aktivitas mereka dengan lebih baik tanpa harus tergesa-gesa.

Seseorang yang menjalani pola hidup Slow Living cenderung lebih berhati-hati dan tenang dalam menjalani keseharian, alih-alih terburu-buru dan agresif di tengah geliat zaman yang serba instan.

Baca Juga: Makan Gurita Hidup, Wanita Ini Malah Digigit sampai Berdarah !

Bertolak dari satu persoalan yang sama, bahwa segala hal yang cepat tak melulu memberikan efek positif pada peningkatan kualitas hidup, Slow Living perlahan diterapkan pada banyak aspek kehidupan lainnya.

Beberapa di antaranya dihimpun Guideku.com di sini. Apa saja?

Slow Work

Baca Juga: 4 Alasan Traveling Jadi Gaya Hidup, Biar Masa Tuamu Penuh Cerita

Sebuah penelitian menyebut mereka yang bekerja sembari diburu waktu cenderung tak dapat menumpahkan kreativitas dan ide-ide segar secara optimal.

Slow Work menjadi jawaban atas hal tersebut. Pada praktiknya pola kerja ini tak bermaksud menjustifikasi untuk bermalas-malasan. Justru sebaliknya mendorong setiap orang untuk fokus menghasilkan kreasi yang berkualitas.

Slow Food

Baca Juga: Kaum Donju, Para Penikmat Gaya Hidup Elit Korea Utara

Pasca kemunculan makanan cepat saji yang menjalari dunia, tahun 1986, sejumlah aktivis mindful eating yang diprakarsai Carlo Petrini di Italia, memimpin gerakan Slow Food.

Gerakan ini menganggap makanan cepat saji merugikan bisnis peternakan dan perkebunan lokal.

Lebih jauh, esensi masyarakat dalam mengolah dan mengonsumsi makanan pun turut berubah.

Produsen fast food juga digugat sebab menurunkan jumlah nutrisi asli makanan, menyebabkan konsumennya mengalami bermacam gangguan pencernaan dan obesitas.

Slow Eating

Gerakan ini mengkampanyekan konsumen untuk dapat mengunyah makanan secara perlahan guna memastikan makanan yang dilumat hancur seratus persen saat dicerna tubuh.

Teknik melumat makanan secara perlahan juga dapat membantu melancarkan sistem pencernaan dan memperbaiki penyerapan nutrisi.

Slow Parenting

Orang tua yang menerapkan gaya asuh ini akan membiasakan anaknya untuk lebih bersabar dalam memperoleh apa pun yang mereka inginkan.

Kesadaran yang dipupuk sejak dini tersebut akan berpengaruh pada peningkatan kecerdasan emosi (EQ) anak seiring mereka beranjak dewasa.

Berita Terkait TERKINI
Bila sudah begitu, tentu perjalanan akan memakan waktu lebih lama karena kemungkinan jalanan kebih padat dari biasanya....
travel | 11:15 WIB
KBRI Tokyo juga secara simultan mendukung pelaksanaan Garuda Travel Fair serta mendorong pembukaan penerbangan langsung ...
travel | 11:00 WIB
Vaksinasi hanya sebatas anjuran dan sudah tidak lagi menjadi syarat wajib dalam bepergian naik KA saat mudik Lebaran 202...
travel | 10:59 WIB
Hasil survei mengungkap bahwa 4 dari 5 wisatawan peduli dengan perjalanan yang lebih ramah lingkungan....
travel | 17:09 WIB
Inilah beberapa hal menarik tentang Kamboja yang terlalu sayang dilewatkan....
travel | 13:57 WIB
Sudah beli tiket mudik Lebaran? Simak beberapa tips berburu tiket pesawat murah di bawah ini....
travel | 16:57 WIB
Banyak wisatawan berharap bisa menyaksikan langsung keindahan aurora, termasuk Rachel Vennya....
travel | 07:07 WIB
Mau naik balon udara seperti Fuji ketika liburan di Turki?...
travel | 07:34 WIB
Negara Vietnam belakangan menjadi tujuan liburan yang semakin disukai wisatawan asal Indonesia....
travel | 09:57 WIB
Jelajahi laut dengan mengikuti aturan keselamatan dan keamanaan....
travel | 21:45 WIB
Tampilkan lebih banyak