Warga Badui Ogah Dikunjungi Wisatawan Berbusana Seksi, Begini Alasannya

Wisatawan domestik maupun wisatawan asing yang berkunjung ke tanah hak ulayat Badui harap menggunakan pakaian yang sopan, tidak seronok dan seksi.

Rima Sekarani Imamun Nissa
Senin, 17 Februari 2020 | 15:15 WIB
Ilustrasi rumah-rumah warga Badui, Banten. (Unsplash/Yulia Agnis)

Ilustrasi rumah-rumah warga Badui, Banten. (Unsplash/Yulia Agnis)

Guideku.com - Keberadaan Warga Badui yang tinggal di pedalaman Kabupaten Lebak menyatakan keberatan mereka kepada wisatawan yang berkunjung ke wilayah adat menggunakan pakaian seksi.

Hal itu disampaikan seorang Warga Kadu Ketug, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar Kudil (40) kepada Antara, Minggu (16/2/2020) kemarin.

"Kami sangat prihatin terkadang wisatawan domestik itu menggunakan pakaian yang seksi dan vulgar juga rambutnya berwarna kuning," kata dia.

Baca Juga: Sempat Jadi Sorotan, Ini 4 Rekomendasi Wisata Populer di Kediri

Oleh karena itu, wisatawan domestik maupun wisatawan asing, jika berkunjung ke tanah hak ulayat Badui diminta agar menggunakan pakaian yang sopan dan tidak seronok dan seksi.

Selain itu, Kudil menegaskan, warga Badui yang tinggal di pedalaman hingga saat ini terus menyatakan komitmennya untuk menjaga kawasan hutan dan alam agar tetap lestari dan hijau sehingga memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia.

Ilustrasi rumah-rumah warga Badui, Banten. (Pixabay/Panji Arista)
Ilustrasi rumah-rumah warga Badui, Banten. (Pixabay/Panji Arista)

"Kami sebagai warga Badui Luar memiliki kewajiban untuk melestarikan dan menjaga hutan dan alam agar tidak menimbulkan kerusakan," ujarnya.

Baca Juga: Terpantau Satelit, Gunung Es di Antartika Longsor Seluas Kota Surabaya

Ia mengatakan, Warga Badui hingga kini tetap menjaga dan melestarikan kawasan hutan adat dan alam agar tak menimbulkan kerusakan. Apabila kawasan hutan dan alam tersebut terjadi kerusakan, kata dia, dipastikan bakal berpotensi mengakibatkan bencana alam seperti banjir, longsor, dan pemanasan global.

Oleh karenanya, masyarakat Badui mempunyai sebuah larangan adat yang menjadi pedoman yakni "lojor teu meunang dipotong" (panjang tidak boleh dipotong) dan "pondok teu meunang disambung" (pendek tidak boleh disambung).

Sebab, kata dia, hutan memberikan manfaat cukup besar bagi keberlangsungan hidup manusia, terlebih hutan di Badui menjadikan kawasan hulu di Provinsi Banten.

Baca Juga: Pakai Koin Kayu, Nostalgia Jajan Jadul di Pasar Ndelik Puri Mataram

"Semua warga Badui yang tinggal di kawasan tanah hak ulayat sangat mematuhi adat larangan perusak hutan dan alam," tuturnya.

Menurutnya, masyarakat Badui di era globalisasi juga menolak kehidupan modernisasi. Itulah mengapa di tanah hak ulayat Badui tidak ditemukan jalan aspal, jaringan listrik, kendaraan maupun elektronika.

Ilustrasi rumah-rumah warga Badui, Banten. (Unsplash/Yulia Agnis)
Ilustrasi rumah-rumah warga Badui, Banten. (Unsplash/Yulia Agnis)

Permukiman Badui pun tetap konsisten mempertahankan adat. Jadi, pemerintah dan masyarakat juga harus melindungi aturan adat tersebut.

Warga Badui lainnya, Santa (50), mengatakan masyarakat Badui tentu berkomitmen dan konsisten untuk menjaga dan melestarikan kawasan hutan adat dan alam.

Ia menegaskan pelestarian hutan dan alam mampu menghindari daerah ini dari segala bencana alam, seperti banjir bandang dan longsor.

"Kami tetap mengawasi hutan adat dan alam agar tidak terjadi penebangan liar yang dilakukan masyarakat luar kawasan Badui," kata Santa.

Sementara itu, Saija, seorang tokoh Badui yang juga Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak mengatakan saat ini kawasan hak adat ulayat Badui mencapai seluas 5.101,85 hektare.

Di antaranya seluas 3.000 hektare berada kawasan hutan lindung dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan penggarapan pertanian. Selama ini, kondisi hutan lindung yang ada di kawasan hak tanah ulayat berjalan baik dan hijau, karena telah tidak ditemukan lagi pelaku penebangan liar.

Masyarakat Badui punya kewajiban menjaga pelestarian lingkungan sebagai amanat adat untuk keseimbangan ekosistem alam juga kelangsungan hidup manusia.

"Kami melarang hutan lindung digarap pertanian karena khawatir menimbulkan kerusakan hutan dan lahan," kata dia. (Antara)

Berita Terkait TERKINI
Bila sudah begitu, tentu perjalanan akan memakan waktu lebih lama karena kemungkinan jalanan kebih padat dari biasanya....
travel | 11:15 WIB
KBRI Tokyo juga secara simultan mendukung pelaksanaan Garuda Travel Fair serta mendorong pembukaan penerbangan langsung ...
travel | 11:00 WIB
Vaksinasi hanya sebatas anjuran dan sudah tidak lagi menjadi syarat wajib dalam bepergian naik KA saat mudik Lebaran 202...
travel | 10:59 WIB
Hasil survei mengungkap bahwa 4 dari 5 wisatawan peduli dengan perjalanan yang lebih ramah lingkungan....
travel | 17:09 WIB
Inilah beberapa hal menarik tentang Kamboja yang terlalu sayang dilewatkan....
travel | 13:57 WIB
Sudah beli tiket mudik Lebaran? Simak beberapa tips berburu tiket pesawat murah di bawah ini....
travel | 16:57 WIB
Banyak wisatawan berharap bisa menyaksikan langsung keindahan aurora, termasuk Rachel Vennya....
travel | 07:07 WIB
Mau naik balon udara seperti Fuji ketika liburan di Turki?...
travel | 07:34 WIB
Negara Vietnam belakangan menjadi tujuan liburan yang semakin disukai wisatawan asal Indonesia....
travel | 09:57 WIB
Jelajahi laut dengan mengikuti aturan keselamatan dan keamanaan....
travel | 21:45 WIB
Tampilkan lebih banyak