Guideku.com - Kampung Pitu terkenal dengan tradisinya yang unik sekaligus seram, yakni hanya bisa dihuni 7 Kepala Keluarga (KK).
Terletak di atas tanah Gunung Purba Nglanggeran, Kampung Pitu sejatinya kampung yang menjunjung tinggi tradisi turun-temurun sejak ribuan tahun lalu.
Warganya kompak melakoni apa yang diwajibkan dan menghindari setiap hal yang menjadi pantangan di Kampung Pitu.
Baca Juga: Uniknya Candi Sambisari, Si Mungil yang Keindahannya Bikin Penasaran
Berikut Guideku.com rangkum deretan-deretan hal-hal yang tidak boleh dilakukan di Kampung Pitu menurut Juru Kunci Redjo Dimulyo.
1. Berniat Menetap jika Bukan Keturunan Eyang Iro Kromo
Sebagaimana telah disebutkan dalam sayembara yang menjadi cikal bakal lahirnya Kampung Pitu, hanya pemenang sayembara dan segala keturunannya yang bisa tinggal di Kampung Pitu.
Baca Juga: Rasakan Pengalaman Vakansi ala Keluarga Kerajaan di Puri Mataram Yogyakarta
Artinya, jika bukan keturunan dari trah Eyang Iro Kromo, jangan berani-berani untuk bermukim di Kampung Pitu. Pasalnya, akan ada hal buruk yang terjadi jika nekat melanggar aturan.
Menurut juru kunci Kampung Pitu, Redjo Dimulyo, pernah ada orang luar yang nekat untuk tinggal meski sudah dilarang. Akibatnya, orang ini meninggal secara mendadak.
2. Tidak Diperbolehkan Menggelar Acara Wayang
Baca Juga: Menengok Kenangan Masa Sekolah di Museum Pendidikan Indonesia
Karena berdiri di atas tanah Gunung Wayang, yang sekarang bernama Gunung Purba, hal ini disebut-sebut para sesepuh Kampung Pitu menjadi penyebab larangan gelaran wayang.
Tidak ada penjelasan yang lebih terperinci selain nama gunung Wayang. Namun yang jelas, pernah ada suatu kejadian buruk menimpa selepas ada warga yang menggelar acara Wayang.
Disebutkan oleh salah satu warga generasi keempat Kampung Pitu, Yatnorejo, mengatakan bahwa kejadian buruk itu adalah tragedi orang yang meninggal dengan cara dipenggal kepalanya.
3. Melanggar Aksara 4, Aksara 5, dan Aksara 7
Juru Kunci Kampung Pitu, Redjo Dimulyo menyebut secara garis besar, tiga Aksara yang dimaksud adalah pedoman-pedoman tentang bagaimana manusia bertingkah laku di alam.
Aksara 4, kata Redjo, berarti suci, jujur, langgeng dan lestari. Sedangkan Aksara 7 lebih menekankan tradisi mencari waktu yang pas untuk melakukan sesuatu. Misalnya, saat ingin membangun rumah atau menikah, dianjurkan mencari hari yang bagus.
Sementara, Redjo tidak menjelaskan secara lebih rinci terkait apa yang dimaksud dengan Aksara 5. Meski begitu, tentu ketiganya wajib dilakukan oleh siapapun yang hidup di masyarakat yang hidup berdampingan dengan alam.
Terlepas dari kesan seram Kampung Pitu, toh masyarakat sana benar-benar kelewat ramah dengan pengunjung atau wisawatan.
Warga Kampung Pitu tak segan menawarkan para wisatawan dan menyuguhkan makanan dan minuman yang ada di rumah mereka, lho. Jadi jangan ragu untuk berkunjung ke Kampung Pitu, ya!